PENDEKATAN FILSAFAT SECARA ALIRAN

.

Aliran Rasionalisme.

Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M).  Dalam buku Discourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis.  Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan. Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu "saya ragu-ragu".  Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa "aku ragu-ragu".  Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya.  Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah "cogito ergo sum", aku berpikir (= menyadari) maka aku ada.  Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi.  -- Mengapa kebenaran itu pasti?  Sebab aku mengerti itu dengan "jelas, dan terpilah-pilah" -- "clearly and distinctly", "clara et distincta".  Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar.  Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran. Descartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan, yang sudah ada sejak kita lahir, yaitu (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan (res extensa, "extention") atau materi, dan (3) Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas itu).  Pikiran sesungguhnya adalah kesadaran, tidak mengambil ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil.  Materi adalah keluasan, mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak memiliki kesadaran. Kedua substansi berasal dari Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa tergantung pada apapun juga. Descartes adalah seorang dualis, menerapkan pembagian tegas antara realitas pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya, sedang binatang hanya memiliki realitas keluasan: manusia memiliki badan sebagaimana binatang, dan memiliki pikiran sebagaimana malaikat. Binatang adalah mesin otomat, bekerja mekanistik, sedang manusia adalah mesin otomat yang sempurna, karena dari pikirannya ia memiliki kecerdasan. (Mesin otomat jaman sekarang adalah komputer yang tampak seperti memiliki kecerdasan buatan). Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran.

 Aliran Empirisme

Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan.  Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas. Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama.  Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang misalnya disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu mengapa muncul gagasan kertas, dan bukan yang lainnya? Bagi Hume, "aku" tidak lain hanyalah "a bundle or collection of perceptions (= kesadaran tertentu)".  Kausalitas.  Jika gejala tertentu diikuti oleh gejala lainnya, misal batu yang disinari matahari menjadi panas, kesimpulan itu tidak berdasarkan pengalaman.  Pengalaman hanya memberi kita urutan gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada kita urutan sebab-akibat.  Yang disebut kepastian hanya mengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari "probable" (berpeluang).  Maka Hume menolak kausalitas, sebab harapan bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu sendiri, namun hanya dalam gagasan kita.  Hukum alam adalah hukum alam.  Jika kita bicara tentang "hukum alam" atau "sebab-akibat", sebenarnya kita membicarakan apa yang kita harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan kita saja. Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indera.  Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.


 Aliran Kritisisme

Dengan kritisisme Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini.  Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh.  Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita.  Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia.  Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia "itu sendiri" ("das Ding an sich"), namun hanya dunia itu seperti tampak "bagiku", atau "bagi semua orang".  Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia.  Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita.  Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan. Demikian Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu sintesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini. Catatan.  Filsafat zaman modern berfokus pada manusia, bukan kosmos (seperti pada zaman kuno), atau Tuhan (pada abad pertengahan).  Dalam zaman modern ada periode yang disebut Renaissance ("kelahiran kembali"). Kebudayaan klasik warisan Yunani-Romawi dicermati dan dihidupkan kembali; seni dan filsafat mencari inspirasi dari sana.  Filsuf penting adalah N Macchiavelli (1469-1527), Thoman Hobbes (1588-1679), Thomas More (1478-1535) dan Francis Bacon (1561-1626). Periode kedua adalah zaman Barok, yang menekankan akal budi.  Sistem filsafatnya juga menggunakan menggunakan matematika. Para filsuf periode ini adalah Rene Descrates, Barukh de Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Wilhelm  Leibniz (1646-1710).  Periode ketiga ditandai dengan fajar budi ("enlightenment" atau "Aufklarung").  Para filsuf katagori ini adalah John Locke (1632-1704), G Berkeley (1684-1753), David Hume (1711-1776).  Dalam katagori ini juga dimasukkan Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) dan Immanuel Kant.

 

 

Yunan_Syahpora

What to say about me? I have wonderful friends.I am passionate about teaching and creative expression.In my spare time, I read a lot of Interest Book, love TV, IT gossip, movies and most of all is football. I'm blessed with an amazing family and close friends.

Lebih baru Lebih lama