Annie
= “Aku harus mengajarinya yang pertama
adalah bahasa”
Kate
= “ Bahasa?”
Annie = “Dia
tidak tahu kata-kata,” bagaimana Dia bisa tahu mengapa...”
Kate = “Nona Sullivan,mungkin Anda akan disulitkan
dengan kondisi Helen, Dia tidak bisa melihat ataupun mendengar”.
Annie= “Tetapi jika itu
hanya inderanya yang terganggu dan dan tidak
pikirannya, maka dia harus memiliki bahasa.” Bahasa
lebih penting untuk pikiran daripada cahaya untuk matanya.”
Petikan dialog dari teks diatas menggambarkan betapa
pentingnya bahasa selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga dapat memberi
pemaknaan terhadap nama-nama dari setiap benda yang ada di sekeliling kita.
Kutipan teks diatas, menyiratkan bahwa kekuatan pikiran (mind) dapat mengatasi terbatasnya kemampuan indra untuk menyingkap
pengetahuan manusia dengan cara yang tak biasa. Pada kasus kaum difabel seperti kisah Helen
dalam Miracle Worker, bahasa mengejawantah diri melalui “tanda” sebagai bentuk
komunikasi dan pemeberian arti terhadap makna-makna bahasa yang terkandung
didalamnya. Meskipun demikian tidaklah berarti bahwa orang normal dengan
memiliki kesadaran indra yang lengkap akan begitu mudah memahami bahasa. Sebagai
makhluk yang hidup di dalam masyarakat dan selalu melakukan interaksi dengan
masyarakat lainnya tentu membutuhkan suatu alat komunikasi agar bisa saling
memahami tentang suatu hal.
Apa yang perlu dipahami?
Banyak hal salah satunya adalah tanda. Supaya tanda itu bisa dipahami secara
benar dan sama membutuhkan konsep yang sama supaya tidak terjadi
misunderstanding atau salah pengertian. Namun pada kenyataannya tanda itu tidak
selamanya bisa dipahami secara benar dan sama di antara masyarakat. Setiap
orang memiliki interpretasi makna tersendiri dan tentu saja dengan berbagai
alasan yang melatar belakanginya. Ilmu yang membahas tentang tanda disebut
semiotik (the study of signs). Masyarakat selalu bertanya apa yang dimaksud
dengan tanda? Banyak tanda dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti
tanda-tanda lalu lintas, tanda-tanda adanya suatu peristiwa atau tanda-tanda
lainnya. Semiotik meliputi studi seluruh tanda-tanda tersebut sehingga masyarakat
berasumsi bahwa semiotik hanya meliputi tanda-tanda visual (visual sign). Awal
mulanya konsep semiotik diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure melalui
dikotomi sistem tanda: signified dan signifier atau signifie dan significant
yang bersifat atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada
hubungan yang bersifat asosiasi atau in
absentia antara ‘yang ditandai’ (signified) dan ‘yang menandai’
(signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan
sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi
yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek
material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang
ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep.
Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa (Bertens, 2001:180). Untuk
mengatasi keterbatasan indra yang dialami Helen sebagai gadis yang buta, bisu
dan tuli, sang guru Anne menggunakan bahasa tanda sejak pertama kali
kedatangannya di Keluarga Keller untuk mengajar Hellen. Kata melalui tanda
pertama yang diajarkan oleh Anne adalah “doll” atau boneka. Dengan mengejakan
d-o-l-l (boneka) melalui tangan , ia berharap dapat menghubungkan objek dengan
huruf. Gambaran mental atau pikiran dari petanda yang sempat diekspresikan oleh
Hellen disaat ia membutuhkan kehadiran ibunya. Ia memberi tanda dengan
mengusap-ngusap pipi dengan jemari secara berulang-ulang. Apa yang dilakukan
Hellen ini sebagai tanda dari ketidak-mampuan menggunakan bahasa untuk
memanggil ibunya.
Saussure
berpendapat bahwa elemen dasar bahasa adalah tanda-tanda linguistik atau
tanda-tanda kebahasaan, yang biasa disebut juga ‘kata-kata’. Tanda menurut
Saussure merupakan kesatuan dari penanda dan petanda. Walaupun penanda dan
petanda tampak sebagai entitas yang terpisah namun keduanya hanya ada sebagai
komponen dari tanda. Tandalah yang merupakan fakta dasar dari bahasa. Dalam
adegan lain bahwa bahasa tanda dapat ditangkap atau dimengerti oleh Helen
seperti yang diajarkan oleh Anne. Namun ia belum mampu menangkap makna yang
terkandung dalam bahasa tersebut. Pengenalan “kata” boneka, kue atau bunga
belum ia pahami sepenuhnya. Mungkin Permen yang tiap kali dijejali dalam
mulutnya pun saat ia dalam keadaan tak terkendali tak ia pahami maknanya. Hal
ini berkaitan dengan tiga konsep utama Saussure 1. Langage, 2. Parole dan 3.
Langue . Langage
adalah gabungan antara parole dan langue (gabungan antara peristiwa dengan
kaidah bahasa atau tata bahasa, atau struktur bahasa). Menurut Saussure,
langage tidak memenuhi syarat sebagai fakta sosial karena di dalam langage ada
faktor-faktor bahasa individu yang berasal dari pribadi penutur. Lebih jauh
Saussure mengatakan bahwa langue merupakan keseluruhan kebiasaan (kata) yang
diperoleh secara pasif yang diajarkan dalam masyarakat bahasa, yang
memungkinkan para penutur saling memahami dan menghasilkan unsur-unsur yang
dipahami penutur dan masyarakat. Langue bersenyawa dengan kehidupan masyarakat
secara alami. Jadi, masyarakat merupakan pihak pelestari langue. Dalam langue
terdapat batas-batas negatif (misalnya, tunduk pada kaidah-kaidah bahasa,
solidaritas, asosiatif dan sintagmatif) terhadap apa yang harus dikatakannya
bila seseorang mempergunakan suatu bahasa secara gramatikal. Langue merupakan
sejenis kode, suatu aljabar atau sistem nilai yang murni. Langue adalah
perangkat konvensi yang kita terima, siap pakai, dari penutur-penurut
terdahulu. Langue telah dan dapat diteliti; langue juga bersifat konkret karena
merupakan perangkat tanda bahasa yang disepakati secara kolektif. Nah, tanda
bahasa tersebut dapat menjadi lambang tulisan yang konvensional. Tujuan
linguistik adalah mencari sistem (langue) struktur dari kenyataan yang konkret
(parole).
Langue
adalah suatu sistem tanda yang mengungkapkan gagasan. Contoh: pergi! Dalam kata
ini, gagasan kita adalah ingin mengusir, menyuruh, Nah, kata pergi!, dapat juga
kita ungkapkan kepada tuna runggu dengan abjad tuna runggu, atau dengan simbol
atau dengan tanda-tanda militer. Langue seperti permainan catur, kalau saya
kurangi buah catur, akan berubah dan bahkan permainan akan kacau; demikian
halnya dalam langue, jika struktur (sistem) kita ubah, maka akan kacau balau
juga. Misalnya: saya makan nasi, jika kalimat ini saya ubah menjadi: makan nasi
saya, kelihatannya kalimat tersebut, janggal.
Menurut
de Saussure langue (kaidah) menguasai parole (praktik berbahasa). Tanpa
menguasai langue seorang tidak dapat ikut serta mempraktikan langage dalam
sebuah masyarakat bahasa. Jadi, kita tidak akan dapat mempraktikan parole
bahasa Urdu kalau kita tidak menguasai dulu langue dari langage Urdu. Konsep
ini dapat diterapkan pada gejala nonverbal. De Saussure memberi contoh yang
sangat terkenal yaitu "permainan catur". Para pemain sebagai
"komunitas pecatru" menguasai kaidah permainan tersebut, yakni
langue, antara lain aturan tentang cara
menjalankan setiap jenis bidak catur, misalnya "kuda" mengikuti
gerakan "huruf L", "raja" hanya bisa bergerak satu kotak
demi satu kotak. Saussure meyakini bahwa bahasa tulis merupakan
"turunan" dari bahasa lisan. Jadi bahasa yang utama adalah bahasa
lisan.
Bahasa
yang sebenarnya adalah bahasa lisan. Ini merupakan kritik terhadap para
peneliti bahasa yang terlampau terfokus pada bahasa tulis yang oleh de Saussure
dipandang sebagai "tidak alamiah". Setelah berbicara tentang
"langue" dan "parole" sebagai baian dari
"langage", de sussure membicarakan pentingnya bahasa lisan.
"Langage" yang utama adalah bahasa lisan, yang merupakan objek kajian
utama linguistik. Menurut Saussure, tulisan sering dianggap bahasa yang
;menurunkan bahasa lissan karena penelitian bahasa-bahasa kuno (seperti Yunani,
Latin dan Sansekerta) memberikan citra bahwa bahasa tertulis lebih berprestise.
Padahal tulisan adalah turunan dari bahasa lisan yang menurut de Saussure
diatur oleh "langue", sedangkan tulisan merupakan sistem yang
berbeda. Bahasa lisan juga dianggap yang utama karena menurut de Sussure makna
lebih dekat pada yang lisan daripada yang tertulis. Objek kajian utama
linguistik adalah bahasa lisan. Karena hubungan antara penanda dan petanda
secara bersamaan membentuk tanda, keduanya tidak terlepas satu sama lain.
Dengan demikian, keduanya membentuk satu kesatuan--yakni tanda--yang seringkali
(konsep seperti ini) disebut struktur. Begitu pula hubungan antara
"langue" dan "parole" (sebagai bagian dari
"langage"), keduanya berkaitan satu sama lain secara tak terpisahkan,
sehingga membentuk sebuah struktur, yakni "langage".
Struktur
konsep de Saussure ini dapat kita cermati disaat akhir cerita dari film “The
Miracle Worker” ketika melalui air dari sumur pompa yang kemudian
membersitkan pengertian terhadap
pemaknaan benda-benda yang diajarkan oleh guru Anne selama ini. Air yang yang selalu menjadi kendala selama
pengajaran dari gurunya sekadar ia rasakan melalui indra perasa, belum
sepenuhnya memberikan gambaran utuh sebagai bagian dari pemaknaan bahwa air
sebagai air (meaningless). Namun peristiwa di sumur pompa itulah kesadaran
bahasa sebagai alat komunikasi mulai di pahami oleh Helen (meaningfull).
Sejalan dengan pemahaman terhadap arti dari suatu benda yang dialami oleh Helen
ini, bisa kita dengan teori ideasi. Dimana gagasan atau ide sebagai titik
sentral dari yang menentukan arti suatu ungkapan.
1.
The best and most beautiful things in the world cannot be seen or even
touched - they must be felt with the heart.
Selain dari aspek kebahasaan dan tanda yang sarat
dalam film “The Miracle Worker”. Ada
aspek pendidikan yang berdimensi disiplin dan tanggung jawab yang teremban
dalam film ini. Dalam aspek psikologis film ini sejalan dengan teori
Behaviourisme. Teori behaviorisme menekankan hubungan psikologis
artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan
penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah
laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan
stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkah laku
siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil
belajar. Di dalam film The Miracle Worker, pembelajaran yang diberikan lebih
dominan tentang bahasa, teori behaviorisme juga mengatakan bahwa peniruan
sangat penting dalam mempelajari bahasa. Faktor lain yang juga dianggap
penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement)
penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat.
Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan
tetap dikuatkan.
Proses penguatan ini diperkuat oleh suatu situasi yang
dikondisikan dan dilakukan secara berulang-ulang. Sementara itu karena peserta
didik mendapat rangsangan dari dalam dan luar. Maka akan mempengaruhi proses
pembelajaran dan peserta didik akan merespon dengan mengatakan sesuatu. Ketika
responnya benar, maka peserta didik tersebut akan mendapat penguatan dari orang
dewasa di sekitarnya. Saat proses ini terjadi berulang-ulang, lama kelamaan
peserta didik akan menguasai percakapan. Sebagaimana di dalam film The Miracle
Worker yaitu peserta didik (Helen) dalam memahami kata-kata atau nama-nama
dengan benda-benda yang dipegang ataupun diraba mempunyai korelasi. Di samping
itu juga Annie Sullivan yang selalu mengajari Helen dengan cara berulang-ulang.
Oleh karena jika peserta didik mendapatkan stimulus secara berulang-ulang akan
terjadi suatu pembiasaan. Maka ia pun akan merespon bentuk responnya adalah
melakukan apa yang telah di ajarkan oleh Annie Sullivan selaku pendidiknya.
Teori ini
juga cocok diterapkan untuk mendidik peserta didik yang masih banyak
membutuhkan peranan orang dewasa dalam proses pembelajarannya, sehingga tujuan
yang ingin dicapai sesuai dengan apa yang di cita-citakan.
Dari kisah Hellen dan Nona Anne ini, dan kemudian
diangkat dalam Film dengan judul “The
Miracle Worker” ,, setidaknya memberikan banyak pelajaran yang sangat
berharga, dan yang paling utama ialah
rasa syukur kita kepada Tuhan yang telah memberikan kesempurnaan panca indra. Kemudian,
kesabaran seorang guru yang mencurahkan semua daya dan melakukan segala upaya
agar dapat memberikan yang terbaik untuk anak didiknya. Walaupun banyak
terdapat kekurangan yang ada pada anak didik, dalam kisah hellen yang buta, dan
tuli. Akan tetapi dengan kesabaraan yang dimiliki oleh Anne dan keyakinan serta ketekunannya, ia dapat
mengubah semua kekurangan menjadi keistimewaan yang belum tentu dicapai oleh orang yang normal sekalipun.
Kemudian, ketegasan seorang guru juga diperlukan
terhadap anak didik dan orangtuanya. Tegas bukan berarti keras. Tegas berarti
mengatakan ”Ya” jika ya dan mengatakan ”Tidak” jika memang tidak sambil
memberikan penjelasan atas setiap perkataan. Hal ini perlu dilakukan secara
konsisten atau dijadikan pembiasaan agar anak dapat berpikir mana yang benar
dan mana yang salah, sehingga ia dapat berhati-hati dalam bertindak. Dengan
menerapkan hal ini, karakter anak akan terbentuk dengan sendirinya karena
dirinya selalu diberikan penjelasan atas perbuatannya, maka nantinya ia akan
terbiasa untuk berkomunikasi dan berdiskusi, sekaligus mengasah kecerdasannya
dalam berpikir. Seorang pendidik haruslah selalu bekerja keras dan pantang
menyerah. Hal itu merupakan modal bagi seorang pendidik sehingga mampu
memberikan pendidikan secara menyeluruh dan tuntas.
Sikap optimis pun sangat diperlukan oleh seorang
pendidik karena dengan bersikap optimislah, pendidik dapat lebih termotivasi
untuk berinovasi agar berguna bagi anak didiknya. Jika Inderanya ada yang
ganjil dan bukan pikirannya, dia pasti punya bahasa, “bahasa lebih penting bagi
pikiran dari pada cahaya untuk mata”. Hal terbaik dan terindah yang tidak
dilihat atau disentuh oleh dunia melainkan hanya dapat dirasakan di dalam hati. *Oleh Syahyunan Pora- (Tulisan ini adalah materi diskusi untuk tugas mata kuliah Filsafat Analitik-Maret-2015)
Tags:
Filsafat Tubuh