PENTINGKAH FILSAFAT BAGI KEHIDUPAN MANUSIA?

Manakah yang lebih penting dalam hidup manusia: apakah mencari kebenaran setinggi mungkin ataukah menyelenggarakan hidup yang baik sebagai manusia? Ketika seseorang dihadapkan pada pertanyaan tersebut, mungkin sekali dia akan memilih salah satu jawaban yang niscaya berbeda dengan orang lain sesuai kebenaran yang diyakini masing-masing: entah memihak pada yang pertama atau yang kedua, atau memberikan jawaban yang merupakan sintesis dari keduanya.
.
Pertanyaan di atas adalah salah satu tema perdebatan abadi yang sudah tercetus sejak zaman Yunani kuno antara para filsuf (Philosophers) dan para ahli pidato (Rhetoricians). Perdebatan tersebut berakar pada perbedaan pandangan mengenai keunikan manusia dan kemudian berkembang menjadi perdebatan mengenai tujuan pendidikan bagi manusia: yang satu mengarah pada akal budi, yang lain berbicara pada hati; yang satu ingin mengejar kebenaran, yang lain ingin hidup baik dengan moralitas tinggi.
Polemik antara skolastisisme dan humanisme yang disketsa oleh Thomas Hidya Tjaya dalam bukunya merupakan salah satu fase debat yang mempermasalahkan tema-tema yang berakar dari konflik abadi antara filsafat dan retorika tersebut. Perdebatan di antara kedua kubu itu dipicu dengan munculnya gerakan Humanisme Renaisans pada abad XVI. Penggambaran dari sisi sejarah dan hakikat tentang Humanisme Renaisans dan skolastisisme dengan cukup teliti dipetakan oleh penulis pada bab-bab awal bukunya. Humanisme Renaisans sebagai gerakan sastra, begitu kemudian disebut, bercirikan minat yang besar dan proyek untuk mengembangkan retorika dari dunia Barat, serta berkait erat dengan tujuan umum pendidikan sebagai persiapan tugas pelayanan publik (civic orientation).
Skolastisisme, sebagai rival debatnya, adalah gerakan yang dimulai dengan minatpada studi teks-teks filsafat Yunani, terutama karya Aristoteles. Gerakan ini hidup dan mempunyai pengaruh besar terhadap kultur akademik di abad pertengahan. Kekhasan gerakan ini terletak pada tujuan untuk melakukan sistematisasi semua bentuk pengetahuan menjadi kumpulan teks yang komprehensif dan ensiklopedia, argumentasi yang memuat perdebatan, dan kecenderungan untuk mendapatkan pengetahuan yang obyektif.Perbedaan unsur-unsur dari dua arus gerakan yang muncul pada zaman yang sama ini tak pelak memunculkan suatu debat antarkeduanya. Dalam gerakan Humanisme Renaisans tradisi retorika mendapatkan darahnya kembali. Kaum humanis Renaisans pertama sekali tertarik untuk menghadirkan lagi suatu seni kefasihan berbicara (eloquence) dengan menggali lagi teks-teks pidato dalam tradisi klasik. Mereka sangat mengagumi seorang Cicero, seorang tokoh yang dengan berani mengemukakan pentingnya suatu eloquence. Seperti yang dikutipkan penulis dari perkataan Cicero: "Sebab, adakah hal lain yang lebih baik daripada kefasihan berbicara dalam membangkitkan kekaguman di antara para pendengarnya, harapan bagi orang berkesusahan, atau rasa syukur bagi mereka yang bernasib baik?"Tidak mengherankan jika kemudian muncul nada kritik kaum humanis Renaisans terhadap formalisme metode dan karya-karya kaum skolastik yang sangat abstrak dan spekulatif sehingga terkesan tidak menyentuh sisi-sisi afektif manusia.

Yunan_Syahpora

What to say about me? I have wonderful friends.I am passionate about teaching and creative expression.In my spare time, I read a lot of Interest Book, love TV, IT gossip, movies and most of all is football. I'm blessed with an amazing family and close friends.

Lebih baru Lebih lama