Adaptasi dari Buku Good life And immortality
Bab 21(The Justification For Personal Immortality)
Oleh Peter Anthony Bertocchi
Kekekalan makhluk hidup cenderung menjadi diskursus bagi pertanyaan filsafat atas sejauh mana otonomnya manusia yang mampu berkuasa terhadap diri dan kehidupannya sendiri. Apakah konsep kekekalan dapat gugur dengan sendirinya ketika pemahaman tentang kematian atau berakhirnya alam ini jika hanya ditinjau dari segi fisik semata ? dan apakah kematian dapat menghapus teori tentang kekekalan itu sendiri? dan apakah sesungguhnya kekekalan itu sebenarnya? Sedikit mendekripsikan tentang ‘kematian’ merupakan tema yang relatif jarang diangkat dan dikaji secara filosofis. berikut penulis mencoba mendeskripsikan Buku dari Peter Anthony Bertocci, yang menjadi tugas pembahasan Mata Kuliah Filsafat Agama, pada bab 21 dengan Judul Good life And immortality dengan sub bab “Pembenaran Terhadap Kekekalan Individu” (The Justification For Personal Immortality) Dalam rangka untuk menjelaskan isu-isu relevan dengan pemikiran kita tentang kematian dan kelangsungan hidup manusia, hingga kini kita tetap bertahan mengenai definisi dari konsepsi manusia menyangkut dengan kekekalan . kami maksudkan adalah keteguhan pikiran setelah kematian fisik pada setiap individu yang ada sebelum jantung berhenti berdetak. Perubahan apa pun yang mungkin terjadi di Alam baqa sana , tidak akan menghancurkan identitas esensial dari yang bersangkutan. Apapun perubahan yang di alami saat menjalani kehidupan baru dengan mengintegrasikan hidupnya di masa lalunya. Pengalaman hidup kita sehari-hari terus disoroti dengan berbagai jenis dipertanyaan ini . Dari hari ke hari masing-masing dari diri kita terkungkung dalam situasi yang terbatas , dalam berhubungan dengan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Ketika salah satu diantara kita dihadapkan dengan pengalaman yang berbeda secara radikal dari masa lalu, ia dapat mempertahankan identitasnya dirinya sebagai secara bertahap dengan memilih dan menyerap apa yang bermakna bagi dirinya. Dasar Kelangsungan hidup ini melalui perubahan dan pertumbuhan adalah inti dari eksistensi tiap individu dalam kehidupan, dan itu akan menjadi dasar kekekalan individu di akhirat. Dalam kehidupan kini dan berikutnya, misalnya, seseorang merasa bernilai mungkin secara bertahap akan berubah, atau ia dapat mengembangkan kemampuan yang ia lakukan, bukan sekadar bermimpi bahwa ia mampu, namun ia mungkin akan kehilangan sebagian kemampuan, dan ia akan melupakan banyak hal. Namun, pada yang sedemikian itu, jika seseorang tidak mampu mempertahankan kemampuan menalar, merasa, maupun keinginan-keinginan yang seharusnya, yang pada dasarnya membentuk berbagai hal ingatannya secara individu tentang siapakah ia sebenarnya. Maka tak ada kekekalan bagi dirinya. Rangkaian kejadian baru dan masalah-masalah akan terbuka baginya untuk harus dikenal sebagai sesuatu yang baru dan perlu di ketahui sebagai rangkaian masa lalu yang saling terkait. Sebagai individu yang berubah (tidak ada keraguan baginya secara mendasar selama waktu tertentu) ia harus tetap sadar dan tahu, bahwa dia telah berubah. Memang benar bahwa ada beberapa orang yang menyangkal bahwa kekekalan individu telah tergantikan sebagai pengaruh kekekalan yang mereka sebut “kekekalan sosialitas”. Tetapi seluruh pengertian atas analisis ini ternyata berlebihan dan membingungkan. Tidak dapat disangkal bahwa kehidupan seseorang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan orang lain, dan melalui mereka kehidupan ini terus berjalan sepanjang sejarah umat manusia. Pada pandangan ini, pengaruh individu seseorang terkait dengan kehidupannya didalam bermasyarakat, bagaimanapun tingkat kehidupan itu meski dalam tataran mikroskopik, tetap memainkan peran bagi masa depan tiap individu. Apa yang ingin kita pertahankan disini adalah menyangkut dengan analisis terakhir sebagai sesuatu nilai yang paling berharga yang berhubungan dengan kelangsungan hidup tiap individu menyangkut dengan kekekalan. Yang
Tags:
Resensi Buku